5 Faktor penyebab kemisikinan di Indonesia
Siapa sih, yang tidak pernah bokek? Dompet menipis
sampai harus makan mie instan setiap hari sampai tanggal gajian; untuk bepergian
harus nebeng teman; atau bahkan sesekali harus berhutang ke teman atau atasan.
Tapi, semua itu bukanlah indikator dari kemiskinan. Mungkin kamu merasa hidupmu
sangat sulit ketika tidak memiliki uang, tapi setidaknya kamu memiliki
pekerjaan atau latar belakang pendidikan yang mumpuni. Selain itu, barangkali
kamu hanya membutuhkan manajemen keuangan yang lebih baik agar tidak selalu
bokek.
Kemiskinan jauh lebih luas daripada sekadar tidak
memiliki uang. Pada dasarnya, kemiskinan adalah tidak adanya kemampuan untuk
mencapai kehidupan yang layak. Lebih dari itu, orang yang disebut miskin tidak
memiliki harapan akan perubahan hidup. Sebagai gambaran, misalnya saja kamu
yang mahasiswa rantau. Tapi, kamu masih mempunyai impian dan berada pada
‘kendaraan’ yang tepat untuk mewujudkannya. Sementara, ada orang-orang yang
bahkan tidak mengenal bangku sekolah karena tidak punya uang untuk membayar
biaya pendidikan, membeli buku dan seragam, dan sebagainya. Mereka tergolong
miskin karena tidak memiliki fasilitas untuk menciptakan perubahan kehidupan.
Selain itu, ada empat faktor utama yang menyebabkan
kemiskinan agaknya semakin merajalela, yaitu:
1.Kebodohan
(Ignorance)
“Bodoh” disini bukan bermakna secara harfiah dimana,
kalau misal mereka bersekolah, mereka akan mendapat nilai jelek. Bukan begitu.
Tapi lebih kepada tidak adanya akses kepada pendidikan yang mereka butuhkan
untuk kehidupan mereka. Misalnya, para nelayan mungkin tidak begitu memerlukan
pelajaran fisika; tetapi pengetahuan akan varian hasil laut bisa mendukung
mereka dalam mengoptimalkan pekerjaan. Pelangi Viridis yang berlokasi di Banten
memahami hal ini, dan memposisikan diri sebagai jembatan bagi kebutuhan nelayan
dalam meningkatkan pengetahuan mereka akan kelautan.
2.Penyakit (Disease)
Di berbagai daerah yang belum mengenal pengobatan
moderen, orang miskin sering terjebak pada mitos-mitos tentang penyakit yang
akhirnya menyebabkan kematian. Mereka yang belum mengenal aktivitas menjaga
kesehatan juga biasanya memiliki produktivitas yang rendah. Keterbatasan
kondisi tubuh mereka membuat mereka tidak mampu bekerja secara maksimal
sehingga kurang sejahtera. Kamu sendiri pasti akan lebih fokus bekerja ketika
sehat, kan?
Permasalahan ini juga meliputi akses air bersih,
sanitasi, dan pengetahuan akan pencegahan penyakit. Makanya, Komodo Water
membawa solusi untuk peningkatan kesehatan di daerah Nusa Tenggara Timur,
melalui penyediaan akses air bersih dengan harga yang lebih terjangkau.
3.Ketidakacuhan (Apathy)
Banyaknya permasalahan hidup yang berlatar belakang
finansial kadang membuat orang miskin kurang memiliki optimisme. Bagaimana
mereka bisa optimis kalau tidak mengetahui bahwa sebenarnya ada lho, solusi
untuk keluar dari kemiskinan. Alhasil, dengan ‘ketidakpedulian’ mereka pada
diri sendiri dan keluarga, mereka ‘memilih’ untuk menyerah. Komunitas Agus Lele
Booster melakukan pemberdayaan warga desa di Banyuwangi, terutama untuk usia
produktif. Mereka biasanya hanya berpikir untuk mencari pekerjaan di kota, dan
karena latar belakang pendidikan, tentu saja mereka ‘berakhir’ pada pekerjaan
serabutan. Sementara, sebenarnya banyak sekali potensi lokal yang bisa
dikembangkan di desa mereka. Oleh karena itu, komunitas ini mengajak para
pemuda untuk pulang ke desa dan memanfaatkan apa yang ada agar dapat
menciptakan kehidupan yang lebih baik.
4.Ketidakjujuran (Dishonesty)
Secara garis besar, hal inilah yang menjadi penyebab
utama kemiskinan di Indonesia sulit untuk dihilangkan. Selama pejabat
pemerintahan – dari tingkat yang terendah hingga tingkat pusat – hanya berpikir
untuk memperkaya dirinya sendiri, maka akan selalu ada orang miskin. Yang
menyedihkan, penyebab kemiskinan satu ini tidak hanya menitikberatkan pada
nominal angka yang dikorupsi. Sementara seorang pejabat mungkin mencuri 100
juta rupiah dari anggaran pendidikan, sebenarnya ia sedang mengambil 400 juta
rupiah, atau lebih banyak lagi. Kok bisa begitu? Seharusnya 100 juta itu bisa
memperbaiki kehidupan 100 pelajar misalnya, dan ke-100 pelajar itu bisa
mengembalikan manfaat itu kepada lingkungan sekitarnya. Hilangnya 100 juta
tersebut memberikan dampak yang mendalam dan meluas pada kemiskinan masyarakat.
5.Ketergantungan (Dependency)
Ini nih, salah satu hal terpenting yang harus kamu
tahu: fakta di lapangan menyebutkan bahwa santunan belum tentu sepenuhnya
menyelesaikan masalah kemiskinan! Ketika orang miskin ‘terbiasa’ diberi donasi,
akan sulit bagi mereka mandiri secara finansial. Mental mereka adalah mental
‘menerima’, sedangkan solusi bagi kemiskinan adalah pekerjaan dan pendidikan.
Donasi tetaplah penting pada situasi kritis,
misalnya bencana alam. Tapi kalau kita ingin menghapuskan kemiskinan, kita
harus memberikan mereka suatu ‘pekerjaan rumah’ yang membuat mereka termotivasi
untuk berpikir, belajar, dan berjuang. Sebagai contoh, Ternak Kambing Gibas di
Lumajang memotivasi para warga, yang dulunya pengangguran, untuk beternak
kambing. ‘Donasi’ diberikan dalam bentuk bibit kambing; sehingga penerimanya
akan tergerak untuk menjaga, mempelajari, dan mengembangbiakkan kambing. Dengan
demikian, mereka tidak perlu tergantung pada pekerjaan lain yang tidak menentu
hasilnya.
Jadi, cara paling tepat untuk mengentaskan
kemiskinan adalah memberi mereka kesempatan untuk lebih sehat, lebih mandiri,
lebih berdaya, dan lebih berpengetahuan. Kabar baiknya, kamu bisa ikut
menghapuskan kemiskinan di bumi Indonesia melalui project yang bisa kamu cek di
sini.
Source :
http://cec.vcn.bc.ca/cmp/modules/emp-pov.htm
0 komentar:
Posting Komentar